" Baju baru alhamdulillahTuk dipakai di hari rayaTak punya pun tak apa-apaMasih ada baju yang lama "
Buat saya yang masuk ke generasi 90an, setiap kali baca kutipan di atas pasti mau nggak mau bacanya sambil nyanyi. Iya, kutipan di atas merupakan potongan dari lagu yang dinyanyikan Dea Ananda yang biasanya terdengar menjelang lebaran.
Sayangnya beberapa kali saya membaca dan mendengar pendapat orang-orang yang malah menganggap buruk pembelian baju baru saat menjelang lebaran. Pembelian baju baru saat lebaran dianggap sebagai perbuatan boros yang tidak ada gunanya dan hanya memuaskan pihak perusahaan garmen yang mengambil untung di setiap event tahunan yang ada.
Yang saya pikirkan adalah ada sebagian orang yang gajinya hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok setiap bulannya, sehingga adanya THR bisa membuat mereka membeli keperluan lain seperti baju baru yang mungkin tidak pernah terpikir di bulan-bulan lainnya.
Sumber gambar: tribunnews.com (link)
Yang saya pikirkan adalah adanya transaksi pembelian meningkatkan penjualan, supaya penjualan meningkat, dibutuhkan tambahan produksi, yang berarti perusahaan semakin produktif. Produktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kekayaan suatu negara (yang diukur dalam GDP atau GNP) dan penerimaan negara (lewat pajak). Berarti membeli baju baru bisa memberikan dampak positif pada perekonomian negara.
Yang saya pikirkan adalah tingginya rasa kekeluargaan karena biasanya di sebuah keluarga, para orang tua tidak hanya membeli baju untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk anak-anaknya. Tidak jarang orang yang akan mudik menyisihkan uangnya untuk membeli oleh-oleh untuk kerabat di kampungnya.
Walaupun saya juga pernah mendengar diskusi di sebuah stasiun tv swasta bahwa menurut penelitian cenderung terjadi peningkatan kriminalitas setiap menjelang hari besar. Karena Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim, maka hari besar yang dimaksud adalah lebaran.
Hal ini terjadi karena ketika lebaran, sering diadakan acara open house dan silaturahmi ke rumah-rumah, sehingga orang-orang terdorong untuk menghias rumah seindah-indahnya agar menampakkan kemakmuran yang dia miliki.
Open housenya Pak Jokowi tahun 2014
Sumber gambar: kompas.com (link)
Atau ketika mudik, orang-orang yang berasal dari kota cenderung berusaha memperlihatkan kehidupannya di kota yang "terlihat" (tanda kutip) lebih baik daripada mereka-mereka yang ada di desa. Padahal saya pernah mendengar pula ada yang ketika mudik, mereka habis-habis menguras uang bahkan sampai berhutang demi penampilan di depan saudaranya. Dan hal inilah yang kemudian menyebabkan tingginya arus urbanisasi setelah lebaran, karena orang kota yang mudik ini kembali ke kota dengan mengikutsertakan saudara-saudaranya.
Intinya, semua hal yang berlebihan itu sia-sia. Ketika mendapatkan THR, kita boleh menggunakannya untuk membeli baju baru, tapi pikirkan juga apakah ada kebutuhan lainnya yang lebih bermanfaat yang bisa dipenuhi dengan uang THR tersebut. Menghambur-hamburkan uang hanya demi bisa sombong di depan manusia itu tidak ada manfaatnya. Apalah arti kesombongan kita jika itu semua sebenarnya adalah harta pinjaman yang sewaktu-waktu bisa diambil Allah yang Maha Kuasa.. :')
Saya berharap semoga yang memilih menggunakan THRnya untuk membeli baju lebaran, bisa mendapat manfaat dari baju tersebut. Dan yang memilih menggunakan THRnya untuk hal lain, tidak serta-merta mendiskreditkan orang lain hanya karena memiliki pilihan yang berbeda.
Toh membeli baju adalah hak asasi setiap manusia karena baju merupakan salah satu kebutuhan primer. Dan kapan pun baju itu dibeli dan dengan uang apapun (yang halal ya) tetap sah-sah saja. Kalau begitu beli baju baru saat menjelang lebaran tidak menjadi masalah toh? :)
" Hari raya Idul FitriBukan untuk berpesta-pestaYang penting maafnya lahir batinnyaUntuk apa berpesta-pestaKalau kalah puasanyaMalu kita kepada Allah yang Esa"
Nah tapi seperti kutipan di atas yang saya ambil dari lagunya Mbak Dea Ananda lagi, lebaran memang momen di mana kita saling bersilaturahmi, saling memaafkan, dan meraih kemenangan atas latihan selama sebulan penuh yang kita jalani saat bulan Ramadhan. Jadi lebaran tidak bisa diartikan hanya secara sempit sebagai momen kita mendapat baju baru, makan ketupat opor dan gulai, bagi-bagi THR, maupun mudik.
Apalagi kalau ternyata bulan Ramadhan hanya dirasakan lewat begitu saja tanpa ada perbaikan yang berarti pada diri. Nauzubillahi min zalik, semoga kita tidak termasuk kepada golongan sia-sia hanya mendapatkan lapar dan dahaga dari puasa yang telah kita jalani ya :')
= to be continued =
No comments:
Post a Comment