Saya tahu kejadian kemarin masih begitu segar diingat oleh kita berdua.
Tentu ketika kita berniat menceritakannya, kita akan memberikan versi yang berbeda walaupun kejadian yang kita alami itu sama.
Dan sekarang di sini adalah versi saya.
Saya tahu urusan kamu begitu banyak dan sangatlah penting. Tetapi tidak akan ada penyelesaian yang baik bagi kedua belah pihak jika kamu tidak melihat saya, yang terluka menyadari jika janji kita tidak ada artinya buat kamu. Kamu tidak menyesal janji tersebut batal dilaksanakan. Lalu untuk apa dilanjutkan ?
Saya tahu waktu kamu begitu singkat dengan banyak pekerjaan penting. Tetapi tidak akan ada penyelesaian yang baik bagi kedua belah pihak jika kamu hanya bisa melihat saya sebagai orang dengan waktu luang segudang sehingga otomatis bagi kamu saya bisa diajak kapan pun semau kamu.
Saya tahu kamu bersikeras ingin kita membahas ini bersama. Tetapi tidak akan ada penyelesaian yang baik bagi kedua belah pihak jika yang kamu lakukan bukanlah mengajak. Kamu memaksa, demi kebutuhan kamu yang harus segera terpenuhi, dengan cara apapun.
Saya tahu bagi kamu saya hanyalah pelari yang selalu sigap setiap ada masalah yang muncul di antara kita. Tetapi tidak akan ada penyelesaian yang baik bagi kedua belah pihak jika kamu masih tenggelam dalam emosi dan kemudahan untuk melakukan kekerasan dalam hal verbal dan non verbal. Meskipun saya sadari, bagian non verbal sudah sangat sedikit sekali muncul hingga kemarin, nyaris.
Sungguh pikiran yang bodoh jika buat kamu saya adalah manusia menyedihkan yang tidak bisa diajak berbicara. Sejujurnya yang saya lakukan adalah menyelamatkan diri dari bahaya yang mengancam, secara verbal dan non verbal. Saya yang tanpa perlindungan, dan kamu yang bisa melakukan apapun. Sehingga jangan bingung jika saya memilih media yang membuat kita tidak perlu kontak secara langsung. Saya butuh perlindungan. Kecuali kita berdua sama-sama bisa lepas dari emosi, tengoklah banyak diskusi lain yang sudah kita lakukan bersama.
Saya tahu bagi kamu, pelajaran terbaik adalah lewat luka. Maka saya menyerangnya, harga diri terutama. Pilihan yang saya tahu akan menyakiti kamu, tetapi saya harap akan membekas dan selalu kamu ingat. Tentu saya menyadari bahwa tidak akan ada penyelesaian yang baik bagi kedua belah pihak jika langkah itulah yang saya ambil. Sayangnya, saya terlalu putus asa mencari cara hingga kamu mengerti bahwa kegilaanmu juga bukan penyelesaian bagi masalah kita.
Saya tahu bagi saya, penyelesaian terbaik adalah lewat bahasa yang pengertian. Lewat ajakan. Lewat senyuman. Saya akan lari ketika bahaya mengancam. Maka saat itu, saya sendiri tidak menyadari bahwa secepat itu saya membayangkan melihat kamu sebagai algojo. Berulang kali saya ucapkan alhamdulillah saat itu saya bisa selamat.
Saya tahu bagi hubungan ini, tidak ada yang namanya terserah saya. Adanya, terserah kamu. Karena kamu begitu keras kepala dan ambisius. Semua hal kalau bisa berjalan sesuai keinginan kamu. Apapun yang tidak sesuai adalah kesalahan yang diakibatkan oleh orang lain. Kesalahan saya.
Sehingga saya tidak akan heran jika kamu sudah meniatkan untuk mengakhirinya, ini memang akan berakhir. Dan saya tidak akan menjadi penghalang apapun buat kamu.
Jika ini memang akan berakhir (kamu belum bilang tapi tentu kamu tahu saya tahu dari mana), saya berdoa semoga kamu bisa menemukan wanita yang lebih kuat baik secara fisik dan mental, untuk mengimbangi kamu. Karena ternyata saya tidak bisa menjadi wanita itu.
Seperti ketika kita menonton Amazing Spiderman, saya tidak bisa menjadi seperti Gwen Stacy, wanita idaman kamu. Mungkin saya hanya bisa menjadi Mary Jane, yang selalu berharap Peter Parker melepaskan baju merah-birunya agar bisa menengok realita kehidupan antara mereka berdua, yang sering dihiraukan karena banyaknya jiwa yang harus dia selamatkan.
Maaf kalau versi saya banyak berisi omong kosong buat kamu.
- Alia Prawitasari -
= to be continued =
No comments:
Post a Comment